Selasa, 03 Juli 2018

Cita-cita

Saat kecil pasti sering banget orang bertanya "apa cita-citamu?"
Sama halnya dengan anak kecil lain, saya pun pernah ditanya seperti itu. Saat itu dengan mantap dan dari hati terdalam saya menjawab "pengacara". Meski kadang disusupi oleh cita-cita lain seperti menjadi pengusaha sepatu namun entah kenapa cita-cita menjadi pengacara itu begitu kuat. 
Seiring berjalannya waktu hal-hal berbau pengacara pun saya sukai. Sampai-sampai sinetron yang ada pengacaranya saya tonton, terlepas dari bagus atau tidaknya sinetron itu.
Saat SMA dimana ada pemilihan jurusan antara IPA atau IPS atau Bahasa maka saya mantap memilih IPS padahal saat itu saya bisa masuk IPA dan ortu serta gurupun menyarankan untuk masuk IPA karena kalau kuliah nanti bisa lebih enak mau masuk jurusan manapun tapi lagi-lagi dorongan cita-cita itu begitu kuat.
Dan akhirnya saat lulus SMA disinilah kesempatan saya bermula. Saat kesempatan untuk kuliah terbuka maka saat itu juga saya memilih jurusan ilmu hukum. Orangtua sempat berharap saya masuk bidang kesehatan, namun cita-cita menjadi pengacara begitu kuat menarik saya dan orangtua menyerahkan keputusan tetap kepada saya karena bagaimanapun juga saya yang akan menjalani.
Saya pun mendaftar SNMPTN dengan pilihan ilmu hukum Undip dan ilmu hukum Unsoed, berharap bisa diterima di Unsoed karena saya sama sekali belum pernah dan belum tau Semarang.
Qodarullah saat hari pengumuman hasil SNMPTN saya lihat nama saya tercantum sebagai salah satu peserta yang lolos SNMPTN namun saya diterima di ilmu hukum Undip dan itu artinya saya harus kuliah di Semarang. 
Singkat cerita saya kuliah di jurusan ilmu hukum fakultas hukum Undip. Dan sebelum lulus S1 saya sudah ditawari untuk menikah. Akhirnya saya menikah sebelum gelar SH saya peroleh. Sungguh ujian bagi saya untuk bisa lulus dan mendapat gelar SH. Dengan dorongan salah satunya dari suami juga alhamdulillah saya bisa menyelesaikan pendidikan saya di Fakultas Hukum Undip dan resmi menyandang gelar SH.
Lulus dari Fakultas Hukum Undip dan menyandang gelar SH adalah sebuah modal awal bagi terwujudnya cita-cita saya saat masih menjadi anak kecil.
Namun ternyata mewujudkan cita-cita itu tak semulus jalan tol apalagi peran saya yang berubah setelah menikah kemudian hamil dan melahirkan anak. Peran yang berubah mengakibatkan kewajiban pun berubah dan bertambah. Selain itu ujian-ujian pernikahan dan rumah tangga yang lain membuat saya merasa cita-cita menjadi pengacara semakin jauh dan jalannya sempit ditambah kondisi finansial yang rasanya tak memungkinkan. Tapi saya tak mau putus asa karena orang yang putus asa adalah temannya setan. Satu hal yang selalu menjadi pegangan saya adalah Allah SWT.
Pelan-pelan jalan itu terbuka, setelah anak ketiga lahir saya diterima menjadi staf legal kemudian dengan pertolongan Allah SWT melalui orang-orang baik saya pun bisa mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) dan kelak tanggal 14 Juli saya pun diberi kesempatan untuk mengikuti ujian profesi advokat. Saya tau dan sadar semua ini adalah karena Allah SWT. Betapa saya sangat mencintai Allah SWT namun mencintai Allah SWT pun begitu banyak ujiannya (kelak saya akan cerita di tulisan berikutnya).
Terima kasih Allah SWT dan seluruh orang-orang baik di sekeliling saya.
Mohon doa baik dan terbaik dari semua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kodrat part 1

Kehamilan adalah kodrat perempuan yang tak bisa digantikan oleh siapapun. Masing-masing perempuan memiliki kisah perjuangan tersendiri tent...